Kamis, 21 April 2011

Resi Durno.

Resi Durna ketika masih muda bernama Bambang Kumbayana. Bambang Kumbayana beroman bagus dan sakti. Ia berasal dari negeri Atasangin. Bambang Kumbayana mempunyai saudara angkat bernama Bambang Sucitra yang telah meninggalkan negerinya, menyeberangi lautan pergi ke tanah Jawa. Bambang Kumbayana kemudian menyusul, tetapi setibanya di tepi samudera ia sangat sedih karena tidak ada perahu yang menyeberangkannya. Bambang Kumbayana bersabda : “Barang siapa yang dapay menyeberangkan saya ke tanah jawa, jika laki-laki kujadikan saudaraku sendiri, jika perempuan akan kukawini.”

Begitu selesai Bambang Kumbayana menyuarakan kata-kata saktinya itu datanglah seekor kuda betina bersayap. Menurut Bambang Kumbayana kuda itulah yang akan menyeberangkannya. Ditunggangilah kuda itu sampai ke tanah Jawa. Setibanya di tanah Jawa kuda melahirkan seorang anak laki-laki bernama Bambang Aswatama. Kuda berubah menjadi seorang bidadari cantik bernama Dewi Wilutama. Ia terbang ke angkasa, kembali ke kahyangan.

Bambang Kumbayana sampailah di salah satu negeri bernama Cempalareja (Cempala Radya) yang diperintah oleh seorang raja bernama Prabu Drupada. Raja itu ternyata adalah Bambang Sucitra saudaranya, maka Bambang Kumbayana bersikap bebas dan seenaknya terhadap raja. Raden Gandamana, ipar Prabu Drupada, sangat marah melihat sikap Bambang Kumbayana yang dianggapnya kurang menghargai raja. Bambang Kumbayana lalu dianiaya oleh Rade

n Gandamana sampai cacat badannya. Prabu Drupa terlambat mendengar kejadian tersebut. Kemudian Bambang Kumbayana dirawat oleh Prabu Drupada, ia disuruh tinggal di Sokalima dengan nama Durna. Akhirnya ia mengabdi di negeri Astina, dan diangkat oleh Prabu Duryudana menjadi pendeta utama, maha guru keluarga Pandawa dan Korawa.

dari berbagai sumber : Forum - um

Awas Ada Sengkuni


Tak ada tokoh setenar Sengkuni untuk hal-hal yang bersangkutpaut dengan kelicikan dan kebusukan. Jika pada figur ‘orang-orang kiri’ semisal Burisrawa, Durna dan Jayadatra kita masih bisa menemukan sisi baik meski samar-samar, maka sepertinya hal ini tak berlaku pada Sengkuni. Tak terbantahkan bahwa Sengkuni alias Haryo Suman adalah tokoh antagonis tulen. Masyarakat tradisional Jawa memakai nama Sengkuni untuk menjuluki orang paling tidak disukai di lingkungannya. Di masa lalu, dalam pentas wayang kulit yang melibatkan Sengkuni, setelah pertunjukan masyarakat melarung wayang Sengkuni ke laut Selatan sebagai simbolisme penolakan karakter jahat yang dipersonifikasikan pada tokoh ini.
Membicarakan Sengkuni bukanlah dalam konteks untuk mencela, juga bukan dalam rangka mengadopsi wataknya yang angkara murka, namun lebih pada mewaspadai bahaya laten yang mungkin muncul. Mendiskusikan Sengkuni selalu relevan pada setiap kondisi karena di masyarakat nyaris ada orang-orang yang berpotensi menjadi penghasut, pengacau dan oportunis yang hipokrit.
Inilah Sengkuni, yang pada mulanya adalah seorang pangeran yang tampan, namun kemudian menjadi buruk rupa sebagai akibat ulahnya sendiri. Sengkuni mempunyai pusaka berwujud Cis (tongkat pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah. Ia bermaksud mengikuti sayembara yang berhadiah Dewi Prita (Kunti), namun sayembara itu telah dimenangkan oleh Pandu. Ia kemudian mengikuti saudarinya, Gandari, yang diperisteri oleh Drestarasta, ayah para Kurawa.
Bakat buruk Sengkuni dimulai ketika ia berambisi menduduki jabatan patih ketika Astina dipimpin oleh Pandu. Pada lakon Gandamana Luweng, Sengkuni menyebar fitnah kepada Pandu bahwa Gandamana, Patih Astina, berkhianat ke kubu musuh. Pada saat yang sama, Sengkuni menyiapkan jebakan lobang perangkap untuk membinasakan Gandamana. Namun Gandamana selamat dari jebakan dan fitnah lalu kemudian menghajar Sengkuni. Inilah peristiwa yang menjadikan Sengkuni buruk rupa.
Kiprahnya sebagai penghasut mencapai sukses pertamanya ketika Drestarasta selaku pemangku jabatan Raja Astina mengangkat Duryudana sebagai putra mahkota pasca mangkatnya Pandu. Ini merupakan manuver pertama dari rencananya menguasai Astina, meski ia tahu itu hanya bisa dilakukannya dari balik layar. Kepiawaiannya sebagai seorang maestro politik hitam lagi-lagi terlihat dalam lakon Pandawa Dadu. Pada kisah ini, Kurawa menantang Pandawa bermain dadu. Sengkuni, yang bermain mewakili Duryudana, dengan mudah mengalahkan Yudistira. Pada episode inilah terjadi peristiwa asusila kepada Drupadi yang diyakini sebagai akar munculnya sumpah dan aksi-aksi mengerikan di Perang Bharatayudha.
Puncak kelicikan Sengkuni adalah upaya pembunuhan Kunti dan para Pandawa dalam Lakon Bale Sigala-gala. Atas ide Sengkuni, Kurawa membangun sebuah rumah peristirahatan bagi Kunti dan Pandawa dari kayu yang mudah terbakar. Tak hanya itu, mereka juga menyajikan makanan dan minuman yang dalam mampu menidurkan dalam sekejab, kemudian mereka membakar rumah kayu itu di saat Kunti dan Pandawa tertidur lelap. Hanya kewaskitaan Bima membuat ibu dan anak itu selamat. Perang Bharatayudha adalah akhir riwayat Sengkuni. Meski ia kebal senjata oleh khasiyat Minyak Tala, ia dikalahkan Pandawa di perang antar keturunan Kuru ini. Ia mengakhiri hidupnya dengan tragis, digigit oleh Duryudana lalu jasadnya dilumatkan oleh Gada Rujakpolo milik Bima.
Realita tentang Sengkuni adalah kontradiksi. Ketika banyak orang dikenang tentang kebaikannya, Sengkuni populis dengan kelicikan dan hasrat jahatnya. Hal ini akan terus menjadi hikmah bagi yang hidup bahwa orang dengan watak Sengkuni akan selalu ada. Ihwal serpihan tubuh Sengkuni ditabur berserakan di atas Kurusetra adalah simbol bahwa orang dengan watak Sengkuni selalu ada di sekitar kita bahkan mungkin pada diri kita. Sengkuni adalah potret manusia licik, penuh intrik yang mencari keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Ia menyamar sebagai orang santun, relijius, ramah, namun menyembunyikan watak aslinya yang pengecut, munafik dan berlumur ambisi. Sengkuni yang asli ada di dunia cerita, sedangkan para duplikatnya ada di sekitar kita, waspadalah.

diambil dari sumber :
sedjatee.wp.cm

Senin, 04 April 2011

Bagaimana Jika Bumi Berhenti Berputar ?

Sekedar perhitungan, keliling bumi di katulistiwa adalah 40.000 kilometer, sedangkan untuk satu kali rotasi diperlukan waktu 24 jam. Dengan demikian, kelajuan rotasi di Katulistiwa adalah v = 40.000 km / 24 jam = 1.667 km/jam atau 463 m/s. Karena kita berada di atas permukaan bumi, maka laju gerak melingkar kita sama dengan laju rotasi bumi, yaitu 463 m/s.
Jika bumi berhenti berputar secara mendadak, atmosfir masih akan bergerak dengan kecepatan diatas (1.667 km/jam). Atmosfir akan bergerak sangat cepat, sehingga akan menerbangkan daratan, daratan di sini adalah batu, tanah, pohon, bangunan, manusia dan binatang. Semua akan diterbangkan kedalam lapisan atmosfir itu sendiri..
Dan inilah jawabanya setelah bumi benar-benar berhenti berotasi :
  1. Gravitasi yg dirasakan manusia meningkat puluhan kali lipat. Soalnya sebelumnya permukaan bumi itu berputar dengan kecepatan tinggi sehingga yg ada dipermukaanya mengalami gaya sentripetal yang melawan gaya gravitasi. (ini saja sudah cukup utk membunuh semua manusia)
  2. Kemungkinan, semua area magnetik akan hilang, sehingga akan banyak sekali peralatan elektronik yg tidak lagi bekerja.
  3. Setengah bumi yg tersinari matahari terus akan menjadi sangat panas, dan bagian yg malam terus akan menjadi sangat dingin, meskipun tentunya hal ini akan membuat air samudra dan angin berputar mengelilingi bumi krn perbedaan tekanan udara (bagian yg panas tekanan udaranya lebih rendah daripada bagian yg dingin).
  4. Kalo bumi hanya berhenti berotasi dan tidak berhenti berevolusi mengelilingi matahari, itu artinya satu hari = satu tahun. Soalnya bagian yg disinari matahari akan tergantung dari posisi revolusi bumi. (kalo salah satu bagian bumi terkena matahari selamanya, artinya bumi masih berotasi dong, hanya saja rotasinya setara dengan revolusinya).